Surat Kelima Untuk Putri


Put, kita sering menggunakan isitilah manusiawi untuk menutupi kesalahan yang kita perbuat. Seolah kata itu adalah tameng berbahan baja yang selalu siap dijadikan aling-aling pertahanan saat sikap atau perilaku kita sedang menghasilakan efek yang tidak baik.
Kita akan yakin seyakin-yakinnya bahwa orang lain akan segera memaklumi dan memaafkan kesalahan yang kita perbuat cukup setelah kita mengucapkan kata manusiawi. Kesalahan jenis apappun dengan kadar dan kualitas apa saja akan segera selesai dan beres tanpa masalah berikutnya setelah mulutmu mampu mengucapkan kata manusiawi.
Put, aku khawatir ini akan konsisten terjadi. Kita akan merasa bahwa kesalahan itu hanya makhluk remeh yang bisa diselesaikan cukup dengan kata itu. Kita akan dimanjakan oleh kata itu bersama kesalahan yang kita perbuat. Kita akan sudah tidak menganggap bahwa kesalahan memiliki komitmen dan sakralitas sendiri yang mesti dijaga kesuburannya.
Kalau aku pernah mengecewakanmu dalam urusan berbisnis yang sudah sejak lama kita bangun bersama. Sehingga kamu merasa dirugikan oleh kepentinganku. Tentu jelas tidak cukup aku bilang bahwa tindakanku itu adalah manusiawi. Dan masalah akan beres dengannya. Aku harus berani dan tegas mengatakan bahwa salah ya salah. Benar ya benar. Itu mesti diakui. Jangan main-main.
Aku harus meminta maaf kepadamu dengan segala kelengkapan dan persyartannya yaitu bersedia berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Aku harus komit khususnya pada diriku sendiri bahwa ada nama baik yang mesti harus aku jaga terus menerus.
Kalaupun akhirnya kamu rela memaafkanku dan bersedia untuk bekerja sama lagi itu penghargaan yang mesti aku syukuri berkali-kali. Segala puji bagi Tuhan yang telah menciptakan manusia sepertimu. Dan itu bukti bahwa kamu memiliki keluasan hati dan pikiran yang lapang sehingga jalanku masih tetap dibuka untuk aku teruskan pada kesempatan berikutnya.
Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Rasa terima kasihku harus aku wujudkan dalam setiap sikap dan perilaku yang aku ambil. Aku akan berupaya sungguh-sungguh untuk sedikitpun tidak mengulanginya. Namun jika itu tidak terbukti. Aku malah berlaku yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang kita buat diawal. Aku masih menuruti hawa nafsuku untuk memenuhi kepentingan dan keuntunganku sendiri dengan cara mengelabuhi, menipu dan membohongimu. Terus begitu. Lagi dan lagi. Kira-kira bagaimana perasaanmu put?.
Put, keadaan mana yang kamu pilih. Dinikahi tapi kemudian disakiti sehingga cerai. Nikah lagi cerai lagi. Terus dan terus begitu. Atau lebih baik tidak nikah sama sekali? Kira-kira bagaimana perasaanmu put saat kamu melayani orang yang tiap hari kerjaannya meminta minum ke rumahmu. Setelah kamu kasih. Tidak ia minum. Terus ia minta lagi. Tidak diminum lagi. Minta lagi tidak diminum lagi. Terus dan terus begitu sampai maja penuh dengan gelas? Apakah kamu justru akan merasa lebih tenang saat orang itu lebih baik tidak usah minta minum sama sekali?
Put, ketahuilah. Kenapa di negeri kita ini masih sering terjadi bencana. Baik bencana yang dimunculkan melalui alam atau lingkungan. Maupun bencana yang dikandung dalam sistem dan regulasi birokrasi struktural sebuah lembaga atau instansi? Karena Kekecewaan dan sakit hati Tuhan terjadi bukan karena kita berkhianat atau mengikariNya. Tapi karena kita bepura-pura menyembahNya. berhari-hari dan amat sungguh-sungguh.
Ini masalah ketegasan sikap put. Orang akan merasa dipermainkan jika sikap kita tidak jelas. Mereka akan merasa diremehkan, dispelekan, dan bahkan dilecehkan jika sikap yang kita ambil adalah semu atau pura-pura. Kita harus terus melatih diri untuk berani berkata iya pada sesuatu yang memang harus iya. Dan lantang bilang tidak pada apa saja yang memang wajib tidak. Iya jangan diungkapkan pada keadaan yang seharusnya tidak. Dan tidak dilarang muncul pada kondisi yang wajib iya.
Aku akan lebih memilih mengatakan bahwa aku sering main judi ketimbang aku bilang tidak main tapi faktanya masih suka main. Aku lebih aman bilang bahwa aku tidak rajin sholat daripada mengaku sholat tapi realitanya masih sering bolong-bolong dan malas-malasan. Dan seterusnya. Dan seterusnya sampai tak terhingga.
Kalau citra baik yang selalu kita utamakan. Mungkin baik. Tapi itu pencitraan namanya. Pencitaraan itu cara untuk mengkondisikan diri agar tetap dibilang baik dengan teknik, metode, dan strategi apa saja. Demi sebaris nama yang ingin dianggap selalu baik dan terjaga kesucian dan kemurniannya kita berani untuk melakukan pembohongan dan penipuan publik yang tidak tanggung-tanggung. Topeng-topeng kabaikan akan dimunculkan sederas-derasnya justru untuk program kejahatan besar-besaran. Itu munafik put. Sayangnya aku tidak tertarik.
Put, kalau kita menemukan ketidak cocokan dalam suatu urusan. Maka cukuplah kita tidak meneruskannya lagi. Kalaupun akhirnya ada kesempatan baru itu hanya akan membuktikan secara tegas bahwa kita itu memang harus lanjut atau justru sudahi saja. Kita harus tegas. Dan jangan ditawar-tawar.
Aku dan kamu akhirnya akan mengerti bahwa kita dipertemukan bukan untuk urusan itu. Kalau aku dan kamu tidak cocok dalam urusan bisnis dagang. Maka cukup. Jangan pernah kita bekerja sama untuk berdagang. Kita harus cari dan temukan urusan lain yang lebih berjodoh. Atau terus membangun dan memelihara susuatu yang sudah terjalin lama.
Kalau kamu kecewa dan marah sama seseorang cukuplah protes sama sifat dan kelakuannya saja. Pribadi kemanusiaannya mesti terus kamu temani dan dampingi. Jangan pernah kamu ambil keputusan untuk mengakhiri hubungan persauadaraan, persahabatan, pertemanan lantaran kamu pernah dirugikan oleh mereka. Jangan put. Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan dengan konsep seperti itu.
Aku harap kamu sehat dan bahagia ya put.
NPH.

Comments